Tuesday, October 16, 2018

KIAT GURU MATEMATIKA

Melihat Masa Depan     
Tugas pendidik atau guru adalah mempersiapkan generasi bangsa agar mampu menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya dikemudian hari sebagai khalifah Allah di bumi. Dalam menjalankan tugas ini pendidikan berupaya mengembangkan potensi (fitrah) sebagai anugrah Allah yang tersimpan dalam diri anak, baik yang bersifat jasmaniah maupun ruhaniah, melalui pembelajaran sebuah pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman berguna bagi hidupnya. Dengan demikian pendidikan yang pada hakekatnya adalah untuk memanusiawikan manusia memiliki arti penting bagi kehidupan anak. Hanya pendidikan yang efektif yang mampu meningkatkan kualitas hidup dan mengantarkan anak survive dalam hidupnya.
Secara umum guru berarti orang yang dapat menjadi anutan serta menjadikan jalan yang baik demi kemajuan. Sejak berlakunya kurikulum 1995, pengertian guru mengalami penyempurnaan, menurut kurikulum 1995 ialah “Guru adalah perencana dan pelaksana dari sistem pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Guru adalah pihak utama yang langsung berhubungan dengan anak dalam upaya proses pembelajaran, peran guru itu tidak terlepas dari keberadaan kurikulum.
Peranan guru sangat penting dalam pelaksanaan proses pembelajaran, selain sebagai nara sumber guru juga merupakan pembimbing dan pengayom bagi para murid yang ada dalam suatu kelompok belajar. hal tersebut sesuai dengan ungkapan T. Rustandy (1996 : 71) yang mengatakan bahwa : Guru memegang peranan sentral dalam proses pembelajaran, memiliki karakter dan kepribadian masing-masing yang tercermin dalam tingkah laku pada waktu pelaksanaan proses pembelajaran. Pola tingkah laku guru dalam proses pembelajaran biasanya ditiru oleh siswa dalam perjalanan hidup sehari-hari, baik di lingkungan keluarga ataupun masyarakat, karena setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian. Keragaman kecakapan dan kepribadian ini mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
Meningkatkan Kemampuan Diri Guru
Meningkatkan kemampuan Guru matematika adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada diri Guru yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Guru dalam melaksanakan tugasnya harus mampu mengembangkan berbagai metode dan strategi pembelajaran matematika serta dapat mengkombinasikan beberapa metode mengajar. Karena pada hakikatnya mengajar adalah membantu siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, cara berpikir, saran untuk mengekspresikan dirinya, dan cara-cara belajar. Sehingga hasil akhir dari suatu proses pembelajaran adalah tumbuhnya kemampuan siswa yang tinggi untuk dapat belajar lebih mudah dan lebih efektif di masa yang akan datang. Jadi proses pembelajaran tidak hanya memiliki makna deskriptif dan kekinian, tetapi bermakna prospektif dan berorientasi ke masa depan.
Unsur yang paling penting dalam mengajar adalah merangsang serta mengarahkan siswa untuk belajar dalam berbagai macam cara yang mengarahkan pada tujuan. Akan tetapi, apapun subjeknya mengajar pada hakekatnya bukan hanya sekedar menolong siswa untuk memperoleh pengetahuan tingkah lakunya. Cara mengajar guru merupakan kunci bagi siswa untuk belajar dengan baik.
Untuk mencapai proses mengajar yang efektif dan efesien, tidak hanya di capai dengan metode yang bersifat “teacher center” atau pengajaran satu arah yang berpusat pada guru. Pembelajaran yang dilakukan seperti ini mengakibatkan siswa menjadi malas dan kurang bergairah dalam menerima pelajaran. Salah satu penyebab kurang berpartisipasinya siswa dalam pembelajaran matematika di kelas adalah pendekatan yang kurang tepat yang digunakan oleh guru dalam mengajar.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mancari suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika yang dapat melibatkan siswa aktif, berkualitas dan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

Strategi, Pendekatan, Metode dan Teknik
  • Strategi Pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu:
    • exposition-discovery learning
    • group-individual learning
Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
    • Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
    • Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
    • Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
    • Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
    • Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
    • Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
    • Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
    • Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.
  • Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan (approach) pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan sisiwa. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) Pendekatan yang bersifat metodelogik, berkenaan dengan cara siswa mengadaptasi konsep yang disajikan ke dalam struktur kognitifnya, yang sejalan dengan cara guru menyajikan bahan tersebut. (2) Pedekatan material adalah pendekatan pembelajaran matematika dimana dalam menyajikan konsep matematika melalui konsep matematika lain yang telah dimiliki siswa.
  • Metode Pembelajaran
Metode Pembelajaran adalah cara menyajikan materi yang bersifat umum. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: ceramah; Tanya jawab; diskusi; belajar kooperatif; demonstrasi; ekspositori; penugasan; experimen; dan sebagainya.
  • Metode ceramah
Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran secara lisan. Dalam hal ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar itu.
  • Metode tanya jawab
Metode tanya jawab dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa. Dengan mengajukan pertanyaan yang terarah, siswa akan tertarik dalam mengembangkan daya pikir. Kemampuan berpikir siswa dan keruntutan dalam mengemukakan pokok – pokok pikirannya dapat terdeteksi ketika menjawab pertanyaan.
  • Metode diskusi
Metode diskusi adalah cara pembelajaran dengan memunculkan masalah. Dengan metode diskusi keberanian dan kreativitas siswa dalam mengemukakan gagasan menjadi terangsang, siswa terbiasa bertukar pikiran dengan teman, menghargai dan menerima pendapat orang lain, dan yang lebih penting melalui diskusi mereka akan belajar bertanggung jawab terhadap hasil pemikiran bersama.
  • Metode belajar kooperatif
Dalam metode ini terjadi interaksi antar anggota kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang. Model belajar kooperatif yang sering diperbincangkan yaitu belajar kooperatif model jigsaw yakni tiap anggota kelompok mempelajari materi yang berbeda untuk disampaikan atau diajarkan pada teman sekelompoknya.
  • Metode demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memeragakan suatu proses kejadian. Metode demonstrasi biasanya diaplikasikan dengan menggunakan alat – alat bantu pengajaran seperti benda – benda miniatur, gambar, dan lain – lain.
  • Metode ekspositori atau pameran
Metode ekspositori adalah suatu penyajian visual dengan menggunakan benda dua dimensi atau tiga dimensi, dengan maksud mengemukakan gagasan atau sebagai alat untuk membantu menyampaikan informasi yang diperlukan.
  • Metode penugasan
Metode ini berarti guru memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini dapat mengembangkan kemandirian siswa, meransang untuk belajar lebih banyak, membina disiplin dan tanggung jawab siswa, dan membina kebiasaan mencari dan mengolah sendiri informasi. Tetapi dlam metode ini sulit mengawasi mengenai kemungkinan siswa tidak bekerja secara mandiri.
  • Metode eksperimen
Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan percobaan. Dengan melakukan eksperimen, siswa menjadi akan lebih yakin atas suatu hal daripada hanya menerima dari guru dan buku, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa.
  • Teknik Pembelajaran
Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas.

Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani
Dalam tulisan tentang pendidikan, khususya di indonesia (temasuk tulisan ini), yaitu bayak di ungkapkan atau digunakan teori-teori yang di ciptakan oleh bukan orang indonesia. Tidak mungkinkah dikembangkan teori atau metode pembelajaran yang bertumpu pada falsafah kita sendiri?
Tokoh pendidikan indonesian yang terkenal Ki Hajar Dewantara mencetuskan gagasan yang yang amat bernilai, yaitu: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Kurang lebih bermakna” bila didepan memberi contoh, bila  di tengah membangun kehendak dan bila dibelakang membri dukungan atau dorongan”.  Gagasan yang antara lain telah dilaksanakan di taman siswa dapat memberi gambaran fungsi seorang pendidik. Seorang pendidik dimanapun ditempatkan atau di posisikan, selalu saja dapat melakukan karya-karya mulia.  Apabila sedang berprofesi sebagai pemimpin, seorang pendidik semestinya dapat memberikan contoh  baik kepada yang dipimpin.  Selagi seorang pendidik berposisi sebagai fasilisator suatu kegiatan maka ia bersama yang lain membangun kehendak baik untruk mencapai tujuan bersama.  Sedangkan bila seorang pendidik berposisi sebagai dinamisator  suatu kelompok menuju tujuan, ia harus dapat membri dorongan atau motivasi kepada kelompok tersebut untuk mencapai tujuan.
Bukankah seorang guru juga seorang pemimpin?
Dapatkah tugas seorang guru dalam pembelajaran di sejajarkan dengan gagasn Ki Hajar Dewantara tersebut?
Mungkinkah gagasan Ki Hajar Dewantara tersebut dijabarkan sesuai dengan berbagai metode pembelajaran yan selama ini diperlukan oleh guru?
Marilah kita renungkan berbagai metode yang digudakan guru dalam pembelajaran tertentu berikut ini.
Bila seorang guru melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sewaktu ia harus menyampaikan informasi taupun konsep dengan metode ceramah, maka dapat dikatakan ia sedang berfungsi “ing ngarsa sung tulada”.  Ia harus benar-benar siap dan tahu benar bahwa knsep yang ia berikan adalah baik dan benar.
Hal serupa juga terjadi sewaktu guru melaksanakan pembelajaran model ”direct instruction”.
Bila seorang guru sedang melaksanakan model pembelajaran dengan diskusi siswa dan melihat arah diskusi tidak cocok dengan tujuan pembelajaran, kemudian melalui pertanyaan ia meluruskanya, maka saat itu ia berfungsi “Ing Madya Mangun Karsa”.  Tetapi saat diskusi berjalan yang berbicara siswa tertentu saja, guru dapat memberi dorongan agar siswa yang lain uga ikut mengajukan pendapat, maka saat itu ia dapat dikatakan berfungsi “Tut Wuri Handayani”.
Penulis sangatlah yakin  bahwa sangatlah mungkin untuk mengonstruksi  model pembelajaran yang bernafaskan gagasan Ki Hajar Dewantara. Model pembelajarna itu mungkin saja menggunakan sebagian atau keseluruhan gagasan tersebut.  Mungkin juga sari satu gagasan itu dapat diciptakan bebrapa metode atau teknik pembelajaran.
Merupakan kiat guru matematika untuk memilih strategi, pendekatan, metode dan teknik yang cocok digunakan bagi topik matematika tertentu dan kelompok siswa tertentu.

Peranan guru sangat penting dalam pelaksanaan proses pembelajaran, selain sebagai nara sumber guru juga merupakan pembimbing dan pengayom bagi para murid yang ada dalam suatu kelompok belajar .Seorang guru harus bisa menggali dan mengenali potensi peserta didik serta mengembangkannya agar peerta didik dapat menjali kehidupan yang lebih baik kedepannya. Meningkatkan kemampuan Guru matematika adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada diri Guru yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis dan memiliki sifat objektif, jujur, disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehubung dengan pembelajran seorang guru perlu mengenal dan dapat melaksanakan dengan baik berbagai pedoman tentang : strategi pembelajaran, pendekatan pembelajaran,metode pendekatan dan teknik pembelajaran agar seorang guru mudah dalam menyampaikan meteri yang akan disampaikan dan mudah dalam mengenal ap yang dibutuhkan peserta didik dalam pembelajaran. Seorang guru seharusnya bisa menjalankan apa yang di cetuskan oleh Ki Hajar Dewantoro yang amat bernilai yaitu “ ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani “ yang mana artinya seorang guru bila didepn bisa memberi cinoh yang baik, bila seorang guru ditengah membangun kehendak serta adil, dan bila di belakang seorang guru harus memberikan dukungan atau dorangan terhadap peserta didik agar lebih baik.

 :
Bisa Komen jika dalam tulisan ini ada yang salah. untuk pembenaran agar tulisan ini lebih bermanfaat

Saturday, October 13, 2018

Peranan Guru Dalam Rangka Meningkatkan Mutu Profesi Kependidikan dan Mutu Organisasi Profesional Kependidikan



BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam  Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem  Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha  sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk  memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Lebih lanjut mengenai organisasi profesi keguruan di jelaskan dalam undan-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dalam pasal 41 dijelaskan bahwa guru membentuk orghanisasi profesi yang brsifat andependent dan berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan dan pengabdian kepada masyarakat. Dalam pasal ini dijelaskan juga bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
Berdasarkan dua batasan di atas, maka organisasi profesi di Indonesia ini tidak hanya memprioritaskan memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan dan pengabdian kepada masyarakat tetapi perkembangan individu (siswa) sebagai pribadi yang  unik secara utuh.  Oleh karena setiap satuan pendidikan harus memberikan layanan  yang dapat memfasilitasi perkembangan pribadi siswa  secara optimal berupa pengajaran kelas, Pemahaman mengenai hal-hal yang berkaitan dengan profesi keguruan juga harus di prioritaskan. Hal ini merupakan bagian dari kompetensi yang juga harus dikuasai oleh siswa.
2. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakan organisasi profesi keguruan  di atas, dapat kita ambil masalah-masalah yang mendasar terhadap organisasi profesi keguruan, antara lain:
  1. Menjelaskan konsep organisasi profesi !
  2. Menjelaskan bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik keguruan?
  3. Menjelaskan bagaimana Analisis Peranan Organisasi Profesi Keguruan Dewasa ini?
3. Tujuan
Sebagai suatu pembahasan yang sangat penting, makalah ini bertujuan agar guru melalui organisasi profesi dan kode etik dapat memberikan layanan pendidikan atau melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan/kapasitasnya masing-masing sehingga terwujud organisasi profesi dan kode etik yang benar-benar bermutu.


BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep Organisasi Profesi
Di dalam perkembangannya, organisasi profesi guru/kependidikan telah banyak mengalami diferensiasi dan diversifikasi. Hal ini sejalan dengan terjadinya diferensiasi dan diversifikasi profesi kependidikan. Sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (6) bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan,”
Beberapa organisasi profesi kependidikan di indonesia, disamping PGRI, yang sudah rilatif berkembang pesat diantaranya Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI). Organisasi ini beranggotakan para sarjana pendidikan dari berbagai bidang pendidikan, yang didalamnya mempunyai sejumlah himpunan sejenis seperti Himpunan Sarjana Pendidikan Biologi, Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa dan sebagainya. Organisasi lain yang sudah lebih berkembang ialah Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) yang dulu bernama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI).
Organisasi kependidikan yang mengarah kepeda intenasionalisasi profesi, ada yang disebut indonesian society for special needs education (ISSE) dan Indonesian society for adapted Physical Education (ISAPE). Kedua organisasi ini menaruh perhatian pada pendidikan kebutuhan khusus, terutama bagi kelompok yang mengalami gangguan dalam perkembangan baik secara fisik, mental, maupun sosial.
Organisasi apapun yang di bentuk oleh sebuah profesi, tujuan akhirnya adalah memberi manfaat kepada anggota profesi itu terutama di dalam meningkatkan kemampuan profesional, melindungi anggota dalam melaksanakan layanan profesional, dan melindungi masyarakat dari kemungkinan melapraktek dari layanan profesional. (santori, djam’an, 6.22: 2009)

      1. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Organisasi profesional
Organisasi profesi merupakan organisasi yang anggotanya adalah para praktisi yang menetapkan diri mereka sebagai profesi dan bergabung bersama untuk melaksanakan fungsi-fungsi sosial yang tidak dapat mereka laksanakan dalam kapasitas mereka sebagai  individu.
Sebagaimana dijelaskan dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 ada lima misi dan tujuan organisasi kependidikan, yaitu meningkatkan dan atau mengembangkan: karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat dan kesehjateraan seluruh tenaga kependidikan. Sedngkan visinya secara umum adalah terwujudnya tenaga kependidikan yang profesional.
  1. Meningkatkan dan atau menngembangkan karier anggota, merupakan upaya organisasi profesi kependidikan dalam mengembangkan karier anggota sesuai dengan bidang pekerjaan yang diembannya. Karier yang di maksud adalah perwujudan diri seorang pengemban profesi secara psikofisis yang bermakna, baik bagi dirinya sendiri maupuin bagi oran lain (lingkungannya) melalui serangkaian aktifitas.
  2. Meningkatkan dan atau mengembangkan kemampuan anggota, merupakan upaya terwujudnya kompetensi kependidikan yang handal dalam diri tenaga kependidikan atau guru, yang mencakup: performance component, subject component, profesional component. Dengan kekuatan dan kewibawaan organisasi, para pengemban profesi kependidikan /keguruan akan memiliki kekuatan moral untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya, baik melalui program terstruktur maupun program tidak terstruktur.
  3. Meningkatkan dan mengembangkan kewenangan profesinal anggota, ini merupakan upaya paraprofesional untuk menempatkan anggota suatu profesi sesuai dengan kemampuannya. Proses ini tidak lain dari proses spesifikasi pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, kecuali oleh ahlinya yang telah mengikuti proses pendidikan tertentu dan dalam waktu tertentu yang relatif  lama. Umpamanya, keahlian guru pembimbing dalam bimbinghan karier, pribadi/sosial, dan bimbingan belajar.
  4. Meningkatkan dan atau mengembangkan martabat anggota, ini merupakan upaya organisasi profesi kependidikan agar anggotanya terhindar dari perlakuan tidak manusiawi dari pihak lain, dan tidak melakukan praktik yang melecehkan nilai-nilai kemanusiaan. Ini dapat dilakukan karena saat seorang profesional menjadi anggota organisasi suatu profesi, pada saat itu pula terikat oleh kode etik profesi sebagai pedoman perilaku anggota profesi itu. Dengan memasuki organisasi profesi akan terlindung dari perlakuan masyarakat yang tidak mengindahkan martabat kemanusiaan dan berupaya memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan standar etis yang telah disepakati.
  5. Meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan, ini merupakan upaya organisasi profesi kependidikan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin anggotanya. Dalam poin ini tercakup juga upaya untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan anggotanya. Tidak disangsikan lagi bahwa tuntutan kesejahteraan ini merupakan prioritas utama. Karena selain masalah ini ada kaitannya dengan kelangsungan hidup, juga merupakan dasar bagi tercapainya peningkatan dan pengembangan aspek lainnya. Dalam teori kebutuhan maslow, kesejahteraan ini mungkin menempati urutan pertama berupa kebutuhan fisiologis yang harus segera dipenuhi.
Organisasi profesi kependidikan selain sebagai ciri suatu profesi kependidikan, sekaligus juga memiliki fungsi tersendiri yang bermanfaat bagi anggotanya. Organisasi profesi kependidikan berfungsi sebagai berikut:
a. Fungsi pemersatu
Kelahiran suatu organisasi profesi tidak terlepas dari motif yang mendasarinya, yaitu dorongan yang menggerakan para profesional untuk membentuk suatu organisasi keprofesian. Organisasi profesi kependidikan merupakan wadah pemersatu berbagai potensi profesi kependidikan dalam menghadapi kompleksitas tantangan dan harapan masyarakat pengguna jasa kependidikan. Dengan mempersatukan potensi tersebut diharapkan organisasi profesi kependidikan memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam menentukan kebijakan dan melakukan tindakan bersama, yaitu uaya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan para pengemban profesi kependidikan itu sendiri dan kepentingan masyarakat pengguna jasa profesi ini.
b. Fungsi peningkatan kemampuan profesional
fungsi ini secara jelas tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi “tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat dan kesejahteraan tenaga kependidikan” peraturan pemerintah tersebut menunjukan adanya legalitas formal yang secara tersirat mewajibkan anggota profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui organisasi atau ikatan profesi kependidikan. Bahkan dalam UUSPN Tahun 1989 : pasal 31 ayat 4 menyatakan bahwa, “tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa.”
Organisasi profesional keguruan di indonesia: PGRI, MGMP, KKG
1. PGRI
Persatuan Guru Republik Indonesia lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. Pada saat didirikannya, organisasi ini disamping memiliki misi profesi juga ada tiga misi lainnya, yaitu misi politis-deologis, misi peraturan organisaoris, dan misi kesejahteraan.
Misi profesi PGRI adalah upaya untuk meningkatkan mutu guru sebagai penegak dan pelaksana pendidikan nasional. Guru merupakan pioner pendidikan sehinnga dituntut oleh UUSPN tahun 1989: pasal 31; ayat 4, dan PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 agar memasuki organisasi profesi kependidikan serta selalu meningkatkan dan mengembagkan kemampuan profesinya.
  1. Misi politis teologis tidak lain dari upaya penanaman jiwa nasionalise, yaitu komitmen terhadap pernyataan bahwa kita bangsa yang satu yaitu bangsa indonesia, juga penanaman nilai-nilai luhur falsafah hidup berbangsa dan benegara, yaitu pancasila.
  2. Misi peraturan organisasi PGRI merupakan upaya pengejawantahan peaturan keorgaisasian , terutama dalam menyamakan persepsi terhadap visi, misi, dan kode etik keelasan sruktur organisasi.
Dipandang dari segi derajat keeratan dan keterkaitan antaranggotanya, PGRI berbentuk persatuan (union). Sedangkan struktur dan kedudukannya bertaraf nasional, kewilayahan, serta kedaerahan. Keanggotaan organisasi profesi ini bersifat langsung dari setiap pribadi pengemban profesi kependidikan. Dengan demikian PGRI merupakan organisasi profesi yang memiliki kekuatan dan mengakar diseluruh penjuru indonesia. Arrtinya, PGRI memiliki potensi besar untuk meningkatkan hakikat dan martabat guru, masyarakat, lebih jauh lagi bangsa dan negara.
2. MGMP
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan Nasional. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing.
3. KKG
Kelompok Kerja Guru (KKG) sebagai kelompok kerja seluruh guru dalam satu gugus. Pada tahap pelaksanaannya dapat dibagi ke dalam kelompok kerja guru yang lebih kecil, yaitu kelompok kerja guru berdasarkan jenjang kelas, dan kelompok kerja guru berdasarkan atas mata pelajaran.
Tujuan organisasi Kelompok Kerja Guru (KKG) yaitu :
  1. Memfasilitasi kegiatan yang dilakukan di pusat kegiatan guru berdasarkan masalah dan kesulitan yang dihadapi guru.
  2. Memberikan bantuan profesional kepada para guru kelas dan mata pelajaran di sekolah.
  3. Meningkatkan pemahaman, keilmuan, keterampilan serta pengembangan sikap profesional berdasarkan kekeluargaan dan saling mengisi (sharing).
  4. Meningkatkan pengelolaan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan (Pakem).
Melalui KKG dapat dikembangkan beberapa kemampuan dan keterampilan mengajar, seperti yang di ungkapkan Turney (Abin, 2006), bahwa keterampilan mengajar guru sangat memengaruhi terhadap kualitas pembelajaran di antaranya; keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan menjelaskan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan memimpin diskusi kelompok kecil dan perorangan.
2.Pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik keguruan
Setiap profesi, seperti telah dibicarakan dalam bagian terdahulu, harus mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian, jabatan dokter, notaris, arsitek, guru, dan lain-lain yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik. Sama halnya dengan kata profesi sendiri, Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri/Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan.” Dalam penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sispil sebagai aparatur Negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari.(http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/11/kode-etik-profesi-keguruan.html, diakses pada hari jum’at, 22 April 2011)
a. Pengertian kode etik
Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang bagaimana mereka melaksanakan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan oleh mereka, kode etik juga menyangkut tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat.
Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menuunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarkat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.
b. Peningkatan mutu dan kualitas guru
Tugas guru dalam menjalankan profesi kependidikan yang teramat luas, termasuk didalamnya tugas guru sebagai pendidik dan sebagai pengajar. Akan tetapi muara tugas utama kedua peran tersebut terjadi pada arena proses pembelajaran, yaitu suatu upaya guru dalam menciptakan situasi iteraksi pergaulan sosial dengan merekayasa lingkungan yang kondusif bagi terjadinya perkembangan optimal peserta didik. Upayanya adalah membuat sinergi semua unsur yang terlibat bagi terciptanya lingkungan yang kondusif untuk terjadinya proses pembelajaran pada peserta didik.
Guru memainkan multiperan dalam proses pembelajaran yang diselenggarakanya dengan tugas yang amat berfariasi yaitu sebagai:
          • Konservator (pemelihara) Guru bertugas memelihara sitem nilai yang merupan sumber norma kedewasaan. Dalam sistem pembelajaran guru merupakan figur bagi peserta didik dalam memelihara sistem nilai.
          • Inovator (pengembang) sistem nilai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikaji dalam sistem pembelajaran itu. Jadi guru bukan saja bertugas sebagai memelihara sistem nilai tetapi juga mengembangkan kepada tataran yang lebih luas dan lebih maju.
          • Transmitor (penerus) sistem-sistem nilai, guru selayaknya meneruskan sistem-sistem nilai tersebut kepada peserta didik. Dengan demikian, sistem nilai tersebut dimungkinkan akan diwariskan kepada Peserta didik sebagai generasi yang akan melanjutkan sitem nilai tersebut
          • transformator (penerjemah) sistem-sistem nilai, guru bertugas menerjemahkan sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadi dan prilakunya. Lewat interaksinya dengan peserta didik diharapkan pula sistem-sistem nilai tersebut menjelma dalam pribadi peserta didiknya.
          • perencana (planner) guru bertugas mempersiapkan apa yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran. Seorang guru harus membuat rencana pembelajaran yang matang, yang sekarang dikenal dengan satuan acara pembelajaran (SAP)
          • manajer proses pembelajaran, guru bertugas mengelola proses pembelajatran, mulai dari persiapan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasi pembelajaran. Dsini ditentukan siapa yang harus terlibat dalam proses pembelajaran serta sejauh mana tingkat keterlibatannya. Semua unsur yang diperkirakan menunjang atau menghambat berhasilnya proses pembelajaran dikelola sesuai dengan kondisi objektifnya masing-masing.
          • Pemandu (director) guru bertugas menunjukan arah dari tujusan pembelajaran kepada pesertta didik. Kegiatan ini bukan saja memperjelas arah kegiatan belajar peserta didik, tetapi juga menjadi motifator bagi mereka untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirancang, baik oleh guru maupun dirancang bersama peserta didik.
          • organisator (penyalanggara) guru bertugas mengorganisasikan  seluruh kegiatan pembelajaran. Guru bertugas menciptakan situasi, memimpin, merangsan, menggerakan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana.
          • Komunikator guru bertugas mengkomunikasikan murid dengan berbagai sumber belajar. Pekerjaannya, antara lain memberikan informasi tentang buku sumber yang di gunakan, tempat belajar yang kondusif, bahkan mungkiun sampai menginformasikan narasumber lain yang dituigasi jika diperlukan.
        1. Fasilitator, guru bertugas menyediakan kemudahan-kemudahan belajar bagi siswa, seperti memberikan informasi tentang cara belajar yang efektif, menyediakan buku sumber yang cocok, memberikan pengarahan dalam pemecahan masalah dan pengembangan diri peserta didik, dan lain-lain.
        2. Motivator, guru bertugas memberikan dorongan belajar sehingga muncul hasrat yang tinggi untuk belajar secara instriksi. Dalam proses belajar pembelajaran, dorongan yang diberikan mungkin berupa penghartgaan seperti pujian dan lain-lain.
        3. penilai (evaluator), guru bertugas mengidentifikasi, mengumpulkan, menganalisis, menafsirkan data yang valid, reliabel, dan objektif dan akhirnya harus memberikan pertimbangan atau (jubgement) atas tingkat keberhasilan pembelajaran tersebut berdasarkan kriteria yang ditetapkan, baik mengenai program, proses, maupun hasil atau produk.
c. Peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan
Salah satu isu penting dalam penyelenggaraaan pendidikan di negara kita saat ini adalah peningkatan mutu pendidikan, namun yang terjadi justru kemerosotan mutu pendidikan dasar, menengah, maupun tingkat pendidikan tinggi. Hal ini berlangsung akibat penyelenggaraan pendidikan yang lebih menitikberatkan pada aspek kuantitas dan kurang dibarengi dengan aspek kualitasnya. Peningkaran kualitas pendidikan ditentukan oleh peningkatan proses belajar mengajar. Dengan adanya peningkatan proses belajar mengajar dapat meningkat pula kualitas lulusannya. Peningkatan kualitas proses pembelajaran ini akan sangat tergantung pada pengelolaan sekolah dan pengajaran/pendekatan yang diterapkan guru.
Berdasarkan kajian teori, kepemimpinan kepala sekolah terbukti mempengaruhi implementasi dan pemeliharaan perubahan dan berkolerasi dengan hasil belajar murid. Kualitas lulusan pendidikan dipengeruhi oleh kualitas manajemen sekolah atau manajemen pengelolaan pendidikan. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh fasilitas pendukung, proses belajar mengajar, dan pengajaran. Kemampuan sosial ekonomi orang tua siswa yang tinggi akan berkorelasi dengan penyediaan fasilitas belajarnya, yang akhirnya dapat meningkatkan motivasi belajar. Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Mutu pendidikan tidak dipengaruhi oleh faktor tunggal, ada sejumlah variabel yang dianggap saling berhubungan/mempengaruhi diantaranya:
1. Peningkatan Gaji dan Kesejahteraan Guru
Langkah pertama ini dinilai amat vital dan strategis untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Karena Setidaknya ada dua alasan. Pertama, dari lima syarat pekerjaan dapat disebut sebagai profesi, yang masih belum terpenuhi secara sempurna adalah gaji dan kompensasi dari pelaksanaan peran sebagai profesi. Kelima syarat pekerjaan sebagai profesi adalah:
  1. bahwa pekerjaan itu memiliki fungsi dan signifikansi bagi masyarakat
  2. bahwa pekerjaan itu memerlukan bidang keahlian tertentu
  3. bidang keahlian itu dapat dicapai dengan melalui cabang pendidikan tertentu (body of knowledge)
  4. bahwa pekerjaan itu memerlukan organisasi profesi dan adanya kode etik tertentu, dan kemudian
  5. bahwa pekerjaan tersebut memerlukan gaji atau kompensasi yang memadai agar pekerjaan itu dapat dilaksanakan secara profesional.
Dari kelima syarat tersebut, yang masih belum terpenuhi sepenuhnya adalah syarat yang kelima, yakni gaji dan kompensasi yang memadai. Alasan kedua, karena peningkatan gaji dan kesejahteraan merupakan langkah yang memiliki dampak yang paling berpengaruh (multiplier effects) terhadap langkah-langkah lainnya.
      1. Alih Tugas Profesi dan Rekruitmen Guru Untuk Menggantikan Guru atau Pendidik yang Dialihtugaskan ke Profesi Lain
      2. Upaya kedua ini merupakan konsekuensi dan kesinambungan dari langkah pertama. Para pendidik yang tidak memenuhi standar kompetensi harus dialihtugaskan kepada profesi lain. Pengalihtugasan tersebut dilakukan dengan syarat sebagai berikut:
  1. mereka telah diberikan kesempatan untuk mengikuti diklat dan pembinaan secara intensif, tetapi tidak menunjukkan adanya perbagian yang signifikan,
  2. guru tersebut memang tidak menunjukkan adanya perubahan kompetensi dan juga tidak ada indikasi positif untuk meningkatkan kompetensinya.
Jika syarat tersebut telah dilakukan, maka mereka harus rela dan pantas untuk dialihtugaskan dari profesi guru menjadi tenaga lain yang sesuai, misalnya tenaga administrasi, atau kalau perlu dipensiundinikan. Untuk mengganti tenaga pendidik yang telah dialihtugaskan ke profesi lain tersebut perlu diadakan seleksi (rekruitmen) secara jujur dan transparan, sesuai standar kualifikasi yang telah ditetapkan.
a. Membangun Sistem Sertifikasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Serta Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pembangunan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga Kependidikan serta sistem penjamin mutu pendidikan merupakan langkah yang amat besar, yang akan memberikan dukungan bagi pelaksanaan langkah pertama, yang juga sangat berat, karena terkait dengan anggaran belanja negara yang sangat besar. Penataan sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan tidak boleh tidak harus dilakukan untuk menjamin terpenuhinya berbagai standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan.
Prasyarat yang harus dipernuhi sebagai berikut; untuk pendidik yang akan diangkat menjadi PNS harus diterapkan standar minimal kualifikasi pendidikan. Sementara bagi guru yang sudah memiliki pengalaman tidak perlu dituntut untuk memenuhi standar ijazah tersebut, karena hanya akan menyebabkan terjadinya apa yang disebut dengan ‘jual beli ijazah’ yang juga dikenal dengan ‘STIA’ atau ‘sekolah tidak ijazah ada’. Yang diperlukan bagi mereka adalah pendidikan profesi dan sistem diklat berjenjang yang harus dihargai setara dengan kualifikasi pendidikan tertentu. Jika sistem sertifikasi ini telah mulai berjalan, maka sistem kenaikan pangkat bagi pendidik dan tenaga kependidikan sewajarnya disesuaikan.
b. Membangun Satu Standar Pembinaan Karir (Career Development Path)
Seiring dengan pelaksanaan sertifikasi tersebut, disusunlah satu standar pembinaan karier. Sistem itu harus dalam bentuk dokumen yang disyahkan dalam bentuk undang-undang atau setidaknya berupa peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan oleh aparat otonomi daerah. Sebagai contoh, untuk menjadi instruktur, atau menjadi kepala sekolah, atau pengawas, seorang pendidik harus memiliki standar kompetensi yang diperlukan, dan harus melalui proses pencapaian yang telah baku. Standar pembinaan karir ini akan dapat dilaksanakan dengan matap apabila memenuhi prasyarat antara lain jika sistem sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan telah berjalan dengan lancar. Selain itu, langkah ketiga ini akan berjalan lancar jika sistem kenaikan pangkat pegawai berdasarkan sertifikasi sudah berjalan.
c. Peningkatan Kompetensi Yang Berkelanjutan
Sebagaimana dijelaskan pada langkah sebelumnya, proses rekruitmen guru baru harus dilaksanakan secara jujur dan transparan, dan dengan menggunakan standar kualifikasi yang telah ditetapkan. Standar kualifikasi tersebut tidak dapat ditawar-tawar. Sementara itu, untuk para pendidik yang sudah berpengalaman perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh lembaga inservice training yang juga sudah terakreditasi. Selain itu, mereka juga disyaratkan untuk mengikuti pendidikan profesi yang dapat dilaksanakan oleh lembaga tenaga kependidikan (LPTK) yang juga harus terakreditasi.
Upaya peningkatan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan harus dilaksanakan secara terencana dan terprogram dengan sistem yang jelas. Jumlah pendidik yang besar di negeri ini memerlukan penanganan secara sinergis oleh semua instansi yang terkait dengan preservice education, inservice training, dan on the job training. Kegiatan sinergis peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan harus melibatkan organisasi pembinaan profesi guru, seperti Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Kerja Penilik Sekolah (MKPS). Sudah tentu termasuk PGRI, organisasi perjuangan para guru. (http://edu-articles.com/peningkatan-mutu-pendidikan/, diakses pada hari jum’at, 22 April 2011)
c. Pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik keguruan
Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang organisasi profesi dan kede etik, pasal 42 dengan jelas menyatakan bahwa “ Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan didalam dan diluar kedinasan”.
Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basumi sebagai ketua umum PGRI menyatakan bahwa kode etik guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat ketua umum PGRI ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kode etik guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni:
  1. sebagai landasan moral.
  2. sebagai pedoman tingkah laku.
Dari uraian diatas terlihat bahwa landasan pelaksanaan kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh anggota profesi didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
C. Analisis Peranan Organisasi Profesi Keguruan Dewasa Ini
1. keadaan yang ditemui
Suatu perkembangan yang menggembirakan muncul menyusul keluarnya Undang-undang Rep. Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dalam UU tersebut, tenaga kependidikan mendapat perhatian yang amat besar, melebihi bidang-bidang lain. Ada 6 pasal (pasal 39 s/d 44) terdiri atas 17 ayat, yang secara khusus menyangkut tenaga kependidikan. Ini menunjukan bahwa kedudukan tenaga kependidikan begitu penting dalam rangka upaya memajukan pendidikan secara keseluruhan.
Bagi profesi kependidikan, UU tentang SPN mempunyai arti yang sangat penting, karena dalam undang-undang ini profesi kependidikan telah jelas dasar hukumnya, bahkan pekerjaan guru secara tegas telah dilindungi keberadaannya. Gagasan yang mendasar yang terkandung UU tentang SPN dalam kaitannya dengan tenaga kependidikan ialah perlindungan dan pengakuan yang lebih pasti terhadap jabatan guru khususnya dan tenaga kependidikan umumnya. Profesi-profesi ini secara tegas akan dilindungi, dihargai, diakui, dan dijamin keberadaannya secara hukum. Perlindungan itu secara eksplisit dikemukakan dalam pasal 42 yang menyatakan bahwa pendidikan harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar.
2. Permasalahan Yang Ada
Permasalahan pokok yang dihadapi profesi guru dan juga organisasi profesi guru masa sekarang ini adalah sebagai berikut :
          1.  Penjabaran yang operasional tentang ketentuan-ketentuan yang tersurat dalam peraturan yang berlaku yang berkenaan dengan profesi guru beserta kesejahteraannya, seperti keputusan MENPAN No.26 tahun 1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam Lingkungan Departemen pendidikan dan Kebudayaan.
          2. Peningkatan unjuk kerja guru melalui perbaikan program pendidikan guru yang lebih terara, yang memelihara keterpaduan antara pengembangan profesional dengan pembentukan kemampuan akademik guru, dengan memberikan peluang kepada setiap calon guru untuk melatih unjuk kinerjanya sebagai calon guru yang profesional.
          3. Proses profesionalisme guru melalui sistem pengadaan guru terpadu sejak pendidikan prajabatan, pengangkatan, penempatan, dan pembinaannya dalam jabatan.
          4. Penataan organisasi profesi guru yang diarahkan kepada bentuk wahana untuk pelaksanaan prows profesionalisasi guru, dan dapat memberikan batasan yang jelas mengenai profesi guru dan profesi lainnya.
          5. Penataan kembali kode etik guru, terutama yang berkenaan dengan rambu-rambu prilaku profesional yang tegas, jelas, dan operasional, serta perumusan sanksi-sanksi terhadap penyimpangannya.
          6. Pemasyarakatan kode etik guru ditetapkan oleh setiap guru dan diindahkan oleh masyarakat rekanan, sehingga tumbuh penghargaan dan pengakuan yang wajar terhadap profesi guru itu.
3. pengembangan organisasi keguruan
PGRI sebagai organisasi profesi perlu penekanan upaya penataan dan peningkatan dalam bidang misi profesi dari PGRI. Dalam hal ini perlu dikembangkan kerangka konseptual yang memadai dan terarah untuk melandasi program kerja mengenai pengembangan profesi itu. Kerangka konsep itu seyogyanya diselaraskan dengan patokan-patokan profesional dan akademik yang digunakan sebagai dasar pengembangan standar unjuk kerja, pengembangan progran kependidikan guru, dan penataan proses profesionalisasi guru berdasarkan pendekatan pengadaan guru terpadu.
Kekolegaan profesional guru sebagai suatu kesadaran profesional merpakan keharusan bagi setiap guru sebagai konsekuensi kesediaan untuk menerima tanggung jawab individual dan kolektif. Kekolegaan ini hanya dapat terwujud jika dituangkan dalam kode etik yang operasional dan diakui oleh pemerintah dan masyarakat yang tertuang dalam peraturan atau undang-undang seperti dalam UU tentang SPN.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Organisasi profesi adalah suatu wadah perkumpulan orang-orang yang memiliki suatu keahlian khusus yang merupakan ciri khas dari bidang keahlian tertentu. Profesionalisme guru dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah:
  1. Kepuasan kerja
  2. Supervisi pendidikan
  3. Komitmen
Kepuasan kerja diartikan sebagai cerminan sikap dan perasaan dari individu terhadap pekerjaannya, atau keadaan emosional menyenangkan dan tidak menyenangkan para pegawai memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja yang tinggi sangat diperlukan dalam setiap usaha kerjasama guru untuk mencapai tujuan sekolah, yang seperti kita ketahui bahwa pencapaian tujuan sekolah ini adalah sesuatu yang diidam-idamkan. Tetapi sebaliknya dengan guru yang memiliki kepuasan kerja yang rendah akan sangat sulit mencapai hasil yang baik. Seseorang guru memiliki hak professional jika memiliki lima aspek pokok yakni:
  1. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum.
  2. Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas tanggung jawabnya, dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat.
  3. Menikmati kepemimpinan teknis dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam rangka menjalankan tugasnya sehari-hari.
  4. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan prestasi yang inovatif dalam bidang pengabdiannya.
  5. Menghayati kebebasan mengembangkan kompetensi profesionalnya secara individual maupun secara institusional. Etika profesional seorang guru sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional. Seorang guru baru dapat disebut profesional jika telah menaati Kode Etik Keguruan yang telah ditetapkan.
2. Saran
  1. Kepada struktural organisasi yang menaungi aktifitas guru, baik itu PGRI, MGMP, maupum KKG bisa lebih berperan dalam pembinaan, pengawasan kepada guru sehingga nantinya guru bisa maksimal dalam menjalankan tugas serta aktifitasnyapun terjaga dari segala bentuk asusila.
  2. Kepada siswa yang menjadi objek pengaran guru, juga bisa memberi masukan jika dalam pelaksanaannya ada guru yang bertindak menyimpang dari kode etik guru yang sedang berlaku.
  3.  Untuk siswa selalu belajar dengan tekun dan rajin sehingga nantinya bisa menjadi manusia yang mampu memahami organisasi profesi, dalam hal ini organisasi profesi guru, serta mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Untuk orang tua, serta pihak yang terkaik dengan organisasi profesi guru, maupun pelaksanaan guru dalam kesehariannya yang kurang sesuai dengan kode etik guru, bisa ikut andil dalam memecahkan masalahnya.


DAFTAR PUSTAKA
Satory, Djam’an dkk. 2009. Profesi Keguiruan. Jakarta: Universitas Terbuka
Kosasi Raflis, soetjipto. 2009. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta
http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/11/kode-etik-profesi-keguruan.html, diakses pada hari jum’at, 22 April 2011
http://www.dinaspendidikanparepare.upaya-dan-strategia-peningkatan-mutu-pendidik-dan-tenagakependidikan, diakses pada hari jum’at, 22 April 2011
Mulyasa, E. 2009. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
http://puterimissicobuata.wordpress.com/2010/01/21/upaya-meningkatkan-mutu-dan-kualitas-guru-sd/, diakses pada hari jum’at, 22 April 2011

--------
NB :
maaf tulisan di blog ini masih rancu kurang teratur

Bagi yang menginginkan file dalam bentuk makalah nanti akan saya upload untuk bisa di download. sebelum saya upload bisa kirimkan pesan melalui email atau komentar nanti file akan saya kirim melalui emali.
//Gak bayar cuma belum bisa upload aja

Sunday, October 7, 2018

PENDIDIKAN MATEMATIKA

  Menurut  Bell (1978, h.97), tiap teori dapat dipandang sebagai suatu metoda untuk mengorganisasi serta mempelajari berbagai variabel yang berkaitan dengan belajar dan perkembangan intelektual, dan dengan demikian guru dapat memilih serta menerapkan elemen-elemen teori tertentu dalam pelaksanaan pengajaran di kelas.  Bagaimana matematika seharusnya dipelajari? Pertanyaan ini nampaknya sederhana, akan tetapi memerlukan jawaban yang tidak sederhana. Karena pandangan guru tentang proses belajar matematika sangat berpengaruh terhadap bagaimana mereka melakukan pembelajaran di kelas, maka mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan belajar matematika harus menjadi prioritas bagi para pendidik matematika.

    Gagasan tentang belajar bermakna yang dikemukakan oleh William Brownell pada awal pertengahan abad duapuluh merupakan ide dasar dari teori konstruktivisme. Menurut Brownell (dalam Reys, Suydam, Lindquist, & Smith, 1998), matematika dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri atas ide, prinsip, dan proses sehingga keterkaitan antar aspek-aspek tersebut harus dibangun dengan penekanan bukan pada memori atau hapalan melainkan pada aspek penalaran atau intelegensi anak. Selanjutnya Reys dkk. (1998) menambahkan bahwa matematika itu haruslah make sense. Jika matematika disajikan kepada anak dengan cara yang demikian, maka konsep yang dipelajari menjadi punya arti; dipahami sebagai suatu disiplin yang terurut, terstruktur, dan memiliki keterkaitan satu dengan lainnya; serta diperoleh melalui proses pemecahan masalah yang bervariasi. Dalam NCTM Standards (1989) belajar bermakna merupakan landasan utama untuk terbentuknya mathematical connections. Untuk terbentuknya kemampuan koneksi matematik tersebut, dalam NCTM Standards (2000) dijelaskan bahwa pembelajaran matematika harus diarahkan pada pengembangan kemampuan berikut: (1) memperhatikan serta menggunakan koneksi matematik antar berbagai ide matematik, (2) memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu dengan lainnya sehingga terbangun pemahaman  menyeluruh, dan (3) memperhatikan serta menggunakan matematika dalam konteks di luar matematika.

    Selain Brownell, ahli-ahli lain seperti Piaget, Bruner, dan Dienes memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perkembangan konstruktivisme. Berdasarkan pandangan ini, pengetahuan matematik dibentuk melalui tiga prinsip dasar berikut ini.
  1. Pengetahuan tidak diterima secara pasif. Pengetahuan dibentuk atau ditemukan secara aktif oleh anak. Seperti disarankan Piaget bahwa pengetahuan matematika sebaiknya dikonstruksi oleh anak sendiri bukan diberikan dalam bentuk jadi.
  2. Anak mengkonstruksi pengetahuan matematika baru melalui refleksi terhadap aksiaksi yang dilakukan baik yang bersifat fisik maupun mental.  Mereka melakukan observasi untuk menemukan keterkaitan dan pola, serta membentuk generalisasi dan abstraksi (Dienes, 1969, h.181).
  3. Bruner (dalam Reys dkk., 1998, h. 19) berpandangan bahwa belajar, merefleksikan suatu proses sosial yang di dalamnya anak terlibat dalam dialog dan diskusi baik dengan diri mereka sendiri maupun orang lain termasuk guru sehingga mereka berkembang secara intelektual.

   Prinsip ini pada dasarnya menyarankan bahwa anak sebaiknya tidak hanya terlibat dalam  manipulasi material, pencarian pola, penemuan algoritma, dan menghasilkan solusi yang berbeda, akan tetapi juga dalam mengkomunikasikan hasil observasi mereka, membicarakan adanya keterkaitan, menjelaskan prosedur yang mereka gunakan, serta memberikan argumentasi atas hasil yang mereka peroleh.  Jelaslah bahwa prinsip-prinsip di atas memiliki implikasi yang signifikan terhadap pembelajaran matematika. Prinsip-prinsip tersebut juga mengindikasikan bahwa konstruktivisme merupakan suatu proses yang memerlukan waktu serta merefleksikan adanya sejumlah tahapan perkembangan dalam memahami konsepkonsep matematika. Menurut Vygotsky (dalam John dan Thornton, 1993), proses peningkatan pemahaman pada diri siswa terjadi sebagai akibat adanya pembelajaran. Diskusi yang dilakukan antara guru-siswa dalam pembelajaran, mengilustrasikan bahwa interaksi sosial yang berupa diskusi ternyata mampu memberikan kesempatan pada siswa untuk mengoptimalkan proses belajarnya. Interaksi seperti itu memungkinkan guru dan siswa untuk berbagi dan memodifikasi cara berfikir masing-masing. Selain itu terdapat juga kemungkinan  bagi sebagian siswa untuk menampilkan argumentasi mereka sendiri serta bagi siswa lainnya memperoleh kesempatan untuk mencoba menangkap pola berfikir siswa lainnya. Episode seperti ini, diyakini akan dapat meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang obyek yang dipelajari dari tahap sebelumnya ke tahapan yang lebih tinggi. Proses yang mampu menjembatani siswa pada tahapan belajar yang lebih tinggi seperti ini menurut Vygotsky (1978) disebut sebagai zone of proximal development (ZPD).

   Menurut Vygotsky, belajar dapat membangkitkan berbagai proses mental tersimpan yang hanya bisa dioperasikan manakala seseorang berinteraksi dengan orang dewasa atau berkolaborasi dengan sesama teman. Pengembangan kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar sendiri (tanpa bantuan orang lain) pada saat melakukan pemecahan masalah disebut sebagai actual development, sedangkan perkembangan yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi dengan guru atau siswa lain yang mempunyai kemampuan lebih tinggi disebut potential development. Zone of proximal development selanjutnya diartikan sebagai jarak antara actual development dan potential development.

   Vygotsky (dalam John dan Thornton, 1993) selanjutnya menjelaskan bahwa proses belajar terjadi pada dua tahap: tahap pertama terjadi pada saat berkolaborasi dengan orang lain, dan tahap berikutnya dilakukan secara individual  yang di dalamnya terjadi proses internalisasi. Selama proses interaksi terjadi baik antara guru-siswa maupun antar siswa, kemampuan berikut ini perlu dikembangkan: saling menghargai, menguji kebenaran pernyataan fihak lain, bernegosiasi, dan saling mengadopsi pendapat yang berkembang.

   Selain adanya tahapan perkembangan dalam memahami konsep-konsep matematika, terdapat juga tahapan perkembangan dalam kaitannya dengan intelektual atau kognitif anak seperti yang dikemukakan oleh Piaget, Bruner, dan Dienes. Sekalipun tahapan perkembangan yang dikemukakan oleh mereka masing-masing berbeda, akan tetapi kerangka dasar yang dikemukakan ketiganya pada prinsipnya adalah sama. Menurut Piaget perkembangan intelektual anak mencakup empat tahapan yaitu sensori motor, preoperasi, operasi kongkrit, dan operasi formal. Selain itu, Piaget (dalam Bell, 1978) juga menyatakan bahwa perkembangan intelektual anak merupakan suatu proses asimilasi dan akomodasi informasi ke dalam struktur mental. Asimilasi adalah suatu proses dimana informasi atau pengalaman yang diperoleh seseorang masuk ke dalam struktur mentalnya, sedangkan akomodasi adalah terjadinya restrukturisasi dalam otak sebagai akibat adanya informasi atau pengalaman baru. Piaget selanjutnya menjelaskan bahwa perkembangan mental seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni kematangan, pengalaman fisik, pengalaman matematis-logis, transmisi sosial (interaksi sosial), dan keseimbangan.

    Bruner mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak itu mencakup tiga tahapan yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Pada tahap enaktif, anak biasanya sudah bisa melakukan manipulasi, konstruksi, serta penyusunan dengan memanfaatkan bendabenda kongkrit. Pada tahap ikonik, anak sudah mampu berfikir representatif yakni dengan menggunakan gambar atau turus. Pada tahap ini mereka sudah bisa berfikir verbal yang didasarkan pada representasi benda-benda kongkrit. Selanjutnya pada tahap simbolik, anak sudah memiliki kemampuan untuk berfikir atau melakukan manipulasi dengan menggunakan simbol-simbol.

    Sementara itu Dienes berpandangan bahwa belajar matematika itu mencakup lima tahapan yaitu bermain bebas, generalisasi, representasi, simbolisasi, dan formalisasi. Pada tahap bermain bebas anak biasanya berinteraksi langsung dengan benda-benda kongkrit sebagai bagian dari aktivitas belajarnya. Pada tahap berikutnya, generalisasi, anak sudah memiliki kemampuan untuk mengobservasi pola, keteraturan, dan sifat yang dimiliki bersama. Pada tahap representasi, anak memiliki kemampuan untuk melakukan proses berfikir dengan menggunakan representasi obyek-obyek tertentu dalam bentuk gambar atau turus. Tahap simbolisasi, adalah suatu tahapan dimana anak sudah memiliki kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol matematik dalam proses berfikirnya. Sedangkan tahap formalisasi, adalah suatu tahap dimana anak sudah memiliki kemampuan untuk memandang matematika sebagai suatu sistem yang terstruktur. Berdasarkan pandangan yang dikemukakan oleh Piaget, Bruner, dan Dienes di atas, dapat diperoleh hal-hal berikut ini.

  1. Anak dapat secara aktif terlibat dalam proses belajar dan kesempatan untuk mengemukakan ide-ide mereka merupakan hal yang sangat esensial dalam proses tersebut.
  2. Terdapat sejumlah karakteristik dan tahapan berfikir yang teridentifikasi dan dapat dipastikan bahwa anak melalui tahapan-tahapan tersebut.
  3. Belajar bergerak dari tahapan yang bersifat kongkrit ke tahapan lain yang lebih abstrak.
  4. Kemampuan untuk menggunakan simbol serta representasi formal secara alamiah berkembang mulai dari tahapan yang lebih kongkrit.

      Pengajaran yang efektif antara lain ditandai dengan keberhasilan anak dalam belajar. Dengan demikian untuk berhasilnya pengajaran matematika, pertimbanganpertimbangan tentang bagaimana anak belajar merupakan langkah awal yang harus diperhatikan. Dalam upaya untuk melakukan hal tersebut, diperlukan beberapa  prinsip dasar seperti yang akan dibahas di bawah ini. Prinsip-prinsip tersebut  merupakan implikasi dari teori belajar yang telah dikemukakan sebelumnya.

Siswa Terlibat Secara Aktif 
 Prinsip ini berlandaskan pada pandangan bahwa keterlibatan anak secara aktif dalam suatu aktivitas belajar memungkinkan mereka memperoleh pengalaman yang mendalam tentang bahan yang dipelajari, dan pada ahirnya akan mampu meningkatkan pemahaman anak tentang bahan tersebut. Sebagaimana pepatah cina yang menyatakan bahwa ”Saya mendengar dan saya lupa; saya melihat dan saya ingat; serta saya mencoba dan saya mengerti”, mengisyaratkan bahwa keterlibatan secara aktif merupakan hal yang sangat penting dalam membangun pemahaman tentang sesuatu yang dipelajari. Keterlibatan siswa secara aktif bentuknya bisa secara fisik, dan yang lebih penting lagi secara mental. Bentuk-bentuk aktivitasnya antara lain bisa berupa interaksi siswa-siswa atau siswa-guru, memanipulasi benda-benda kongkrit seperti alat peraga, dan menggunakan bahan ajar tertentu seperti buku dan alat-alat teknologi.

Memperhatikan Pengetahuan Awal Siswa 
  Karena sifat matematika yang merupakan suatu struktur yang terorgani-sasikan dengan baik, maka pengetahuan prasyarat siswa merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran matematika. Pendekatan spiral yang dikembangkan dalam pengajaran matematika, merupakan langkah tepat untuk memberi kesempatan kepada anak mengembangkan pengetahuannya secara bertahap baik horizontal maupun vertikal. Dengan memperhatikan pengetahuan awal siswa, guru diharapkan mampu menyusun strategi pembelajaran lebih tepat yang meliputi penyiapan bahan ajar, penyusunan langkah-langkah pembelajaran, serta penyiapan alat evaluasi yang sesuai.

Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Siswa
 Salah satu syarat untuk berkembangnya kemampuan interaksi antara satu individu dengan individu lainnya adalah berkembangnya kemampuan komunikasi. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kemampuan tersebut antara lain adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan dan berargumentasi secara lisan atau tertulis, mengajukan atau menjawab pertanyaan, dan berdiskusi baik dalam kelompok kecil maupun kelas.

Mengembangkan Kemampuan Metakognisi Siswa 
   Metakognisi adalah suatu istilah yang berkaitan dengan apa yang diketahui seseorang tentang individu yang belajar dan bagaimana dia mengontrol serta menyesuaikan prilakunya. Selain itu, metakognisi juga merupakan bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. Dengan kemampuan seperti ini maka siswa dimungkinkan mengembangkan kemampuannya secara optimal dalam belajar matematika, karena dalam setiap langkah yang dia kerjakan senantiasa muncul pertanyaan seperti: “Apa yang saya kerjakan?”, “Mengapa saya mengerjakan ini?”, “Hal apa yang bisa membantu saya menyelesaikan masalah ini?”

Mengembangkan Lingkungan Belajar yang Sesuai 
 Lingkungan belajar hendaknya diciptakan sesuai dengan kebutuhan siswa dalam belajar. Terciptanya lingkungan belajar yang baik dapat membantu siswa dalam mencapai perkembangan potensialnya seperti yang dikemukakan oleh Vygotsky.   Selain beberapa prinsip di atas, berdasarkan teori Vygotsky, diperoleh tiga hal utama yang berkaitan dengan pembelajaran yakni:
  1. pembelajaran efektif mengarah pada perkembangan,
  2. pembelajaran efektif akan berhasil dikembangkan melalui setting pemecahan masalah, dan
  3. pembelajaran efektif berfokus pada upaya membantu siswa untuk mencapai potential development mereka.

Untuk mencapai pembelajaran efektif tersebut maka beberapa saran berikut nampaknya penting untuk diperhatikan:
  1. Tingkatkan sensitivitas bahwa siswa terlibat secara aktif dalam setting belajar yang dikembangkan
  2. Ciptakan problem solving interaktif yang mengarah pada proses belajar
  3. Sajikan soal-soal yang bersifat menantang
  4. Gunakan ongoing assessment untuk memonitor pembelajaran
  5. Ciptakan kesempatan bagi siswa untuk menampilkan kemampuan berfikir tingkat tingginya
  6. Beri dorongan serta kesempatan pada siswa untuk menampilkan berbagai solusi serta strategi berbeda pada penyelesaian suatu masalah
  7. Tingkatkan komunikasi, yakni dengan mendorong siswa untuk memberikan penjelasan serta jastifikasi pemikiran mereka
  8. Gunakan berbagai variasi strategi mengajar dan belajar
  9. Upayakan untuk menelusuri hal-hal yang belum diketahui siswa sehingga guru mampu membantu proses peningkatan potensial mereka.

Dalam kajiannya tentang implikasi pandangan konstruktivisme untuk pencapaian hasil belajar dalam matematika, Burton (1992) mengajukan suatu model pengimplementasian kurikulum yang memuat tiga dimensi yakni dimensi silabi, pedagogi, dan evaluasi. Dalam model ini, silabi dimaknai sebagai sesuatu yang diharapkan tercapai oleh kurikulum, pedagogi adalah cara yang digunakan dalam proses pembelajaran, sedangkan evaluasi adalah rangkaian strategi yang digunakan guru, siswa, atau fihak lain untuk mengetahui sejauh mana hasil belajar yang sudah dicapai. Akar epistimologis dari interpretasi konstruktivis terhadap pembelajaran matematika, juga merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan model pembelajaran matematika.

    Dalam hal ini, Barbin (1992) mengemukakan bahwa terdapat dua kemungkinan konsepsi yang bisa muncul yakni pengetahuan matematika dipandang sebagai produk dan proses. Dalam konsepsi pertama, matematika dipandang sebagai suatu sistem yang sudah baku dan siap pakai, sedangkan konsepsi kedua lebih menitik beratkan pada matematika sebagai suatu aktivitas (mathematical activity). 

sumber : 
https://iillmu.blogspot.com/2017/09/pembelajaran-matematika-masa-kini.html?showComment=1538939663833#c7930993107764813875